Lurus Rapatkan Shaf

“Lurus rapatkan shaf. Karena rapihnya shaf adalah keutamaan dalam ibadah shalat.”

Sering dengar apa yang dikatakan imam tepat sebelum memulai sholat? Jelas sering. Kalau jarang, berarti ketahuan jarang sholat atau jarang pergi ke masjid. Memang benar bahwa merapatkan shaf adalah keutamaan dalam melaksanakan ibadah sholat. Tapi apakah shaf kita sudah benar-benar rapat? Bukan hanya shaf saat sholat berjamaah lho, tapi juga rapatnya shaf kita dalam hidup dengan sesama bagian dari umat. Apakah sudah rapat?


Setelah imam meminta kita untuk merapatkan shaf sholat berjamaah, masih ada saja dari kita yang bandel. Saat kaki si A merapat ke kaki si B, si B malah menjauhi. Bahkan kadang ada saja orang yang mengisi shaf dari samping dekat jendela dengan alasan biar lebih adem. Padahal sudah ada beberapa orang yang tepat berada ditengah membentuk shaf. Sadarkah kita bahwa formasi shaf, rapat atau tidakkah, merupakan gambaran dari umat Islam akhir-akhir ini?

Akhir-akhir ini, umat Islam digonjang-ganjing. Kita terlalu sibuk dengan urusan sendiri-sendiri atau pengkubu-kubuan ormas-ormas Islam. Ada satu ormas menganggap dirinya lebih baik dari ormas lain, ada ormas yang malah sebodo amat, atau malah ada yang mengkafirkan ormas lain. Semua itu terjadi begitu saja, hingga ada seorang yang bisa dikategorikan sebagai “kafir”, kita juga kena getahnya. Nggak lihat ormas manapun, semuanya kena getah lengket bin jijik. Padahal sudah jelas tertera dalam ayat-ayatNya mengenai larangan memilih pemimpin kafir, tapi kitanya malah over sibuk dengan kubu-kubunya sendiri.

Di era modern ini, keteguhan dan keutuhan umat diuji. Dari segi manakah kekuatan umat kita terukur? Bukan hanya pada sekedar intelektual dan jumlah saja, melainkan juga dari sekompak mana kita saling bahu membahu. Dari situlah kekuatan umat dipertimbangkan.

Ada satu kata yang hilang dari kesatuan kita ini. Kata apakah itu? Dalam bahasa Arab kita mengenalnya dengan kata “ukhuwah”. Kata ini diambil dari kata akhun yang berarti saudara. Bisa juga kita artikan sebagai persaudaraan. Wahh, Islam ini benar-benar lebih dari sekedar agama. Masalah persaudaraan pun tercantum pula. Jelas, karena dengan persaudaraan atau ukhuwah yang terajut rapi terhadap saudara seiman, akan timbullah sikap saling tolong-menolong dan pengertian yang kesemua itu adalah karena Allah semata.




وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُواْ وَاذْكُرُواْ نِعْمَةَ اللّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاء فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنتُمْ عَلَىَ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (Ali Imran (3): 103)

Ayat diatas bukan cuma buat kaum santri dan ulama, boss. Tapi buat seluruh umat muslim di dunia, terutama di Indonesia. Dulu, sebelum Allah mengutus Nabi Muhammad Saw, bangsa Arab yang saat itu berada di bawah-bawah kebodohan, hidup saling mengadu domba, bermusuh-musuhan, dan saling menumpahkan darah. Kemudian hadirlah Islam yang membawa kedamaian, bukan hanya dalam batin, tapi juga dalam kehidupan bersosial.

Peristiwa penting pada tanggal 2 Desember kemarin adalah contoh terwujudnya ayat diatas. Tak perlu rusuh, ratusan ribu umat muslim dari berbagai wilayah di Indonesia menghampiri ibukota tercinta demi tegaknya kalimah Allah yang ternistakan. Bahkan sampai ada yang berbondong-bondong jalan kaki. Adapun para ummahat (ibu-ibu) yang menyediakan makanan dan minum gratis bagi para mujahid, tukang roti dengan roti gratis, stop kontak gratis untuk isi ulang baterai handphone, pijat gratis, dll. Saat semuanya telah hadir di Monumen Nasional, Jakarta, dibawah naungan Islam, kompak dan syahdu mereka melaksanakan kewajiban ibadah sholat Jum’at. Mantap jiwaa...

This is Islam, brothers and sisters!

Jujur saya gak ikut aksi damai tersebut lantaran ada uzur syar’i. Tapi tetap bergetar jiwa saya melihat video-video yang dikirim oleh teman-teman saya yang turut serta berjihad. Bergetar hati saya menyaksikannya meski baru sebatas video. Inilah peristiwa besar yang tak kalah dengan Arab Spring dan Kudeta Turki. Versi damai-nya lebih tepat. Bahkan Al-Jazeera pun sampai meliput kejadian ini.

Apa hubungannya dengan judul diatas? Yup, kita sendiri tahu, akhir-akhir ini umat muslim digonjang-ganjing di tengah derasnya arus modernisasi dan westernisasi. Umat muslim pun berubah perlahan. Kita bisa lihat hadirnya generasi-generasi muda muslim yang cenderung terbuai pada kenikmatan duniawi. Mungkin urusan dunia ga ada salahnya dipikir, tapi kalau sampai urusan akhirat dilupakan? Bisa kita lihat pada renggangnya shaf shalat kita. Kalau subuh pun, kadang hanya satu-dua shaf yang terisi.

Adapun generasi-generasi apatis yang mulai berpikir bahwa umat muslim tak perlu ikut campur pada urusan-urusan yang sedang trending. Termasuk salah satunya politik kata mereka. Kata mereka sih, urusan agama gausah disangkut pautkan dengan politik biar kita adem-adem saja. Lhaahh...? Kalau sampai hasil dari perkembangan politik yanga ada merugikan dan meresahkan umat muslim. Masih mau diam kau? Ingat, bro... Islam bukan hanya sekedar sholat, tilawah al-Qur’an dan hafalannya, haji, dan zakat. Islam is about everything. Semuanya ada pada kita suci al-Qur’an dan sunnah-sunnah rosul.

Umat muslim pun sekarang terpecah dan terkotak-kotakkan. Adalah umat muslim yang seneng banget kafir-kafirin golongan lain atau asal ngomong bid’ah. Ada pula umat muslim yang sebodo adem-ayem. Akhirnya daripada meluruskan dan merapatkan shaf, kita malah senang menciptakan konflik di tubuh sendiri. Sementara ada saudara-saudara kita di Gaza, Suriah, Afrika, Myanmar, dan tempat-tempat lainnya, mau sekedar sholat saja susah. Lhoo... kita yang bahkan masjidnya bejibun dan air untuk wudhu-nya berlimpah, masih saja berdebat soal qunut dan gak qunut.

Beginilah umat Islam sekarang. Tau sholat, tapi gak tau ukhuwah. Seandainya kita mau belajar pada susunan batu bata mengapa mereka bisa membentuk yang kokoh. Inilah saatnya bagi kita yang merasa tahu dan sadar, untuk bangun dari zona nyaman masing-masing.

Inget, bro. Masih inget gimana anime-anime Jepang kayak Naruto dan One Piece sering sekali mengutamakan kata persahabatan? Begitulah memang seharusnya ukhuwah ditegakkan. Setiap dari kita punya kelemahan dan kelebihan. Sudah seharusnya bagi kita untuk menutupi kelemahan saudara kita dan mengembangkan kelebihan tersebut. Tak perlu malu untuk saling mengingatkan sesama saudara di jalan perjuangan ini. Saatnyalah do’a Rabithah sering-sering dibaca agar setiap hati-hati ini terikat pada cinta-Nya dan kaki-kaki ini diteguhkan dalam jihad di jalan-Nya. Sebesar apapun cobaan yang datang, takkan menggoyahkan ukhuwah yang terikat mesra.
Sekaranglah saatnya kita lurus dan rapatkan shaf.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bilal (2015): Betulkah Menyebarkan Paham Liberalisme?

Indonesia Palsu a la Orang Luar

Umat Muhammad dalam Gulungan Film Barat