Berhijrah Sebagai Langkah Terbaik
Selamat datang di blog Te Whakaahua yang masih sangat muda
dan baru punya dua artikel. Sebelumnya, saya minta maaf karena ucapan selamat
datang yang terlambat. Semua ini lantaran saya sudah keburu kritis polemik di
ibukota Tanah Air tercinta. Ya, saya orangnya nasionalis banget, disisi lain
religius. Jadi bagi saya, agama dan negara adalah segala-galanya. Kalau
polemiknya sudah sampai menyangkut agama dan negara dalam satu garis, jadi saya
nyaris susah untuk nggak angkat bicara.
Kembali ke rencana awal saya menulis artikel ini ya. Blog Te
Whakaahua bukanlah blog pertama yang saya miliki. Saat SMA kelas satu dulu,
saya punya blog yang diberi nama “Birunya Samudra”. Waktu itu, kalau ada anak
seumuran saya yang udah punya blog (sekitar tahun 2011), itu udah dianggap
keren banget. Padahal, bisa jadi isi artikelnya pun malah... ya gitu. Isi blog
saya yang lama saja hanya ada copasan dari situs lainnya. Kebanyakan malah
thread-thread unik yang saya dapat dari KasKus. Kalau bukan itu, biasanya hasil
tugas kelompok atau tugas individu berupa makalah.
Entah mengapa, blog tersebut masih setia saya urus hingga
kelas tiga. Dan ketika saya pindah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yaitu
bangku perkuliahan, blog Birunya Samudra sudah nggak pernah saya asuh lagi.
Pernah mungkin, tapi jarang banget.
Lalu, saya putuskanlah untuk hijrah...
Nah, di blog ini pun, saya berniat mengisinya dengan
tulisan-tulisan yang berasal dari pikiran saya sendiri. Capek memang menulis
itu, begitupun mencari inspirasi untuk tulisannya. Namun saya nggak boleh jadi
pribadi yang cemen. Masa iya kegiatan saya cuma kuliah pulang-kuliah pulang
tanpa kegiatan lain yang produktif. Walau selama kuliah saya sudah bergabung ke
suatu organisasi pergerakan dan aktif di dalamnya, tapi dirasa masih kurang
bagi saya. Inilah saatnya, bagi saya untuk melebarkan sayap dalam dunia
tulis-menulis di dunia maya.
Dimulai dari artikel saya yang pertama, “Jakarta: Perang Orang Berkepentingan”. Tulisan ini muncul sebagai wujud kritis saya terhadap
keadaan di ibukota. Saya asalnya dari Bekasi. Tepatnya di daerah Pondok Gede,
cukup dekat dengan wilayah Jakarta Timur. Apapun yang terjadi di ibukota,
pastinya berpengaruh sekali terhadap kota asal saya. Ternyata saya salah, bukan
hanya Bekasi, tapi juga seluruh Indonesia, bahkan mungkin dunia. Ditambah sifat
Pemda-nya yang akhir-akhir ini bikin saya geregetan, jadilah tulisan tersebut
dimuat.
Oh ya... ada juga tulisan saya yang lain. Judulnya, “Sekolah
Pertama Itu Bernama Keluarga” dan satu lagi, “Ramadhan Tidak Pernah
Meninggalkan Kita”. Untuk yang pertama, saya buat atas sikap kritis terhadap
sifat kurang pedulinya para orangtua modern ini terhadap pendidikan akhlaq dan
moral dalam ruang lingkup keluarga. Kalau anaknya sampai kenapa-kenapa, yang
disalahkan malah guru atau babysitter. Untuk tulisan kedua, berhubungan dengan
spirit bulan suci Ramadhan yang saya rasa makin meredup di kalangan umat muslim
Indonesia akhir-akhir ini. Untuk “Sekolah Pertama Itu Bernama Keluarga”,
rencanya akan saya posting ulang di blog ini. Dan bagi “Ramadhan Tidak Pernah
Meninggalkan Kita”, mungkin akan saya posting ulang bulan puasa 1438 H nanti.
Ya iyalah... topiknya nggak pas. Hehe...
Hingga saat menulis ini, saya selalu berharap bisa memberikan
kontribusi terbaik bagi agama dan negara melalui tulisan-tulisan saya. Dan saya
juga berpikir hanya dengan ini saya bisa ikut berpartisipasi. Karena itu, saya
sangat mengharapkan hadirnya inspirasi, entah dari mana. Mungkin bisa dari
media-media online yang saya baca atau keadaan sosial masyarakat sekitar saya.
Dengan senang hati, saya juga akan menerima masukan dari pembaca. Bisa lewat
kotak komentar atau kontak tertera pada profil saya.
Semoga dengan hijrahnya saya akan mengawali untuk
langkah-langkah yang lebih baik
Yuk, hijrah!
Komentar
Posting Komentar